Manusia Biasa
Muram Durja/narasiinspirasi.com |
oleh
Jim McCay
(Tanah Berkabut, 12 September 2022)
Wahai wanita pecinta senja, bagaimana kabarmu dewasa kini? Akhir-akhir ini engkau pasti sibuk menyiapkan segala sesuatu tentang hari bahagiamu, sudah lama kita tak bersua. Ketahuilah, aku begitu rindu celotehan manismu.
Kali ini izinkan aku sedikit berkisah tentangmu. Engkau adalah wanita paling keras kepala yang pernah aku jumpa, kemandirianmu membuat aku terpana. Teguh prinsipmu berhasil meruntuhkan latar egoku, denganmu aku memahami bagaimana memaknai dunia, denganmu aku mengerti arah hidupku, dan denganmu pula semua menjadi begitu bahagia.
Setelah ini kau akan berlalu menembus bayang-bayang masa lalu. Perjalananmu akan segera sampai, tidak akan ada lagi lampu merah yang tega menghambat dan menghentikanmu. Tak usah khawatir tentang angan dan citamu, tak usah kau kawatirkan impian-impian indahmu, yang perlu kau ingat ialah akan selalu ada tempat terindah untukmu dalam dadaku. Akan selalu ku simpan rapi rahasia indahmu, dimana tak akan pernah ada satu pun setan akan tahu tentang itu.
Apakah benar definisi mencinta adalah harus rela melihat orang yang dicinta bahagia meskipun tak bersama kita? Kurasa kebohongan yang paling mengerikan adalah orang yang mengatakan itu, lagi-lagi aku hanyalah sebuah kanoe kecil ditengah samudra yang akan guncang jika terpaan badai menghantam. Atau mungkinkah aku harus seperti seorang Ree si tokoh novel yang populer itu? "apakah aku harus menyogok Tuhan untuk bisa bersama dan menua denganmu? "
Aku selalu iri dengan dunia paralel disana. Mungkin saja disana kita sedang duduk di tepi pantai sambil menikmati indahnya desiran ombak dengan segelas wine hangat.
Suatu saat nanti pasti hasratku untuk menyapamu akan begitu besar meskipun lidah tak lagi sanggup bergetar dan mulutku kaku. Padahal begitu banyak cerita yang ingin kubagi denganmu. Meskipun hanya sekedar berkeliling kota denganmu, mengobrol dijalan berkawan gemerlap lampu jalan, dan sekali lagi maafkan aku, keinginanmu itu sampai saat ini belum pernah terkabul.
Aku pun tak tahu, entah kapan aku akan punya keberanian untuk kembali mempercayai diri, agar aku bisa melupakan indahnya perjalan dan petualangan ini. Aku begitu yakin bahwa aku tidak akan runtuh, ternyata lagi-lagi aku hanyalah manusia biasa yang kapan saja bisa goyah dilanda luka. Mungkin aku akan butuh waktu untuk bisa melupakan semua ini, tolong berikan aku waktu sebanyak mungkin, tapi jangan paksa aku harus pergi, ketahuilah bahwa engkaulah perjalan terindah yang pernah aku punya.
Hujan kini mulai reda, sudah tugasku untuk menghantarkanmu menuju persinggahan megahmu, kini saatnya aku harus pulang, bahagialah bersama mentari indahmu sayang. Again, How i love you my sweet honey.
Baca Juga
Puisi Malam: Eksistensi Malam Hari
Puisi Pendek: Hati Manusia Itu Kosong dan Hambar
Puisi Hujan: Hujan Pertama Bulan November
Puisi Rindu: Dapatkan Aku Menjadi Penghujan Diantara Kemaraumu
Puisi Inspirasi: Gubuk Lusuh dan Lesu
Puisi Sedih dan Patah Hati: Romansa Mengekang Jiwa
Puisi Pendek Tentang Perjalanan Manusia dan Alam: Di Ujung Perjalanan Yang Membelenggu
Puisi Pendek: Hati Manusia Itu Kosong dan Hambar
Puisi Hujan: Hujan Pertama Bulan November
Puisi Rindu: Dapatkan Aku Menjadi Penghujan Diantara Kemaraumu
Puisi Inspirasi: Gubuk Lusuh dan Lesu
Puisi Sedih dan Patah Hati: Romansa Mengekang Jiwa
Puisi Pendek Tentang Perjalanan Manusia dan Alam: Di Ujung Perjalanan Yang Membelenggu