Bagi orang Jawa, doa saja tidaklah cukup jika hanya melalui untaian-untaian kata. Panyuwunan kepada Gusti Allah tidak hanya dipanjatkan dalam bentuk kata-kata. Sebagai wujud kesungguhan dan ketulusan dalam pengharapan, untaian doa tersebut diwujudkan dan dimanifestasikan dalam berbagai ragam sajian makanan diantaranya adalah jenang sengkolo (bubur sengkolo).
- Jenang : bubur
- Sengkala : 1) tanda tahun yang disembunyikan dalam kata-kata 2) celaka , musibah
Jenang sengkolo lebih dikenal sebagai jenang abang atau jenang abang puteh. Kata sengkolo berasal dari kata morwakala yang berarti menghilangkan balak. Selain itu, Jenang Sengkala dinamakan berdasarkan warna makanan ini. Jenang sengkala berbahan dasar beras yang dimasak dengan menggunakan campuran gula merah dan santan
Bubur sengkala dibuat dari bahan beras, gula merah dan parutan kelapa. Bubur beras ini bila diwarnai/diberi dengan gula merah maka disebut bubur merah. Sedangkan bila bubur berasnya dicampur parutan kelapa maka disebut bubur putih.
Jenang sengkala biasanya ada dalam uborampe adat tradisi Jawa seperti selamatan, mitoni, sepasaran bayi, selapanan dll. Khususnya ada dalam adat tradisi yang berkaitan dengan anak/ bayi dan tidak bisa dipisahkan keberadaannya karena merupakan lambang wujud rasa syukur, pengharapan keselamatan pada bayi dan simbol hubungan anak dengan orangtua.
Keberadaan jenang sengkolo tidak hanya dijumpai pada acara slametan, namun juga di beberapa acara lain, semisal memperingati hari kelahiran atau weton. Sajian jenang sengkolo dimaksudkan agar seiring bertambahnya usia, segala harap dapat terwujud. Begitu juga saat akan bepergian. Orang Jawa menggunakannya dengan harapan untuk mendapat keselamatan dalam perjalanan.
Jenang sengkolo diartikan sebagai suatu kesatuan. Melambangkan komponen kehidupan manusia tidak lepas dari peran kedua orang tua sebagai perantara kehadiran manusia ke dunia. Tidak lupa peran alam sebagai penopang hidup. Jenang sengkala melambangkan asal muasal manusia, berasal dari sperma dan indung telur.
Selain itu juga melambangkan kehadiran Tuhan sebagai pencipta kehidupan, ungkapan penyerahan diri kepada Tuhan, tolak balak/ harapan agar dijauhkan dari 'sengkala', serta memohon keselamatan dan keberkahan hidup.juga sebagai simbol pendekatan diri kepada Tuhan.
Jenis-Jenis Jenang Sengkala
Jenang sengkolo memiliki empat jenis. Jenang abang, jenang putih, jenang sengkolo, dan jenang sepuh. Namun, kini keberadaannya hanya menampilkan satu jenis saja.
1. Jenang Abang atau Bubur Merah
Jenang sengkolo dimulai dengan yang namanya jenang abang. Nama lain jenang ini adalah jenang retha. Penampakan jenang ini berwarna merah. Karena berasal dari gula merah atau gula Jawa. Warna jenang ini bermakna sebagai indung telur. Manifestasi dari sosok ibu sebagai tempat dimulainya kehidupan manusia.
2. Jenang Putih atau Bubur Putih
Kemudian adanya jenang putih atau biasa disebut jenang setha. Rupa jenang ini putih bersih. Perpaduan dari beras dan santan kelapa. Bermakna sebagai wujud penghormatan pada ayah. Juga sebagai simbol sperma laki-laki.
3. Jenang Sengkala atau Bubur Sengkala
Selanjutnya adalah jenang sengkolo. Disajikan dalam wadah dengan komposisi jenang abang lebih banyak dengan tambahan sedikit jenang putih di tengahnya. Mengenai bentuk jenang sengkolo terdapat beberapa versi. Ada yang menyatakan bahwa warna merah lebih banyak dibanding putih atau sebaliknya warna putih lebih banyak dari warna merah.
4. Jenang Sengkala Sepuh
Jenis jenang yang terakhir dalam jenang sengkolo ialah jenang sepuh. Kata sepuh berarti tua. Biasanya memiliki komposisi separuh jenang abang dan separuh jenang putih dalam satu wadah. Jenang sepuh memiliki simbol sebagai ngewaruhi bumi atau menyapa bumi.
Memiliki artian sebagai ungkapan wujud terima kasih kepada bumi atau alam yang telah menyediakan segala kebutuhan bagi manusia, mulai dari sandang, pangan dan papan.
Baca Juga Raden Mas Panji Sosrokarto (Kakak RA Kartini) Sang Pangeran Jenius Dari Timur
Jenang sepuh juga memiliki makna sebagai bentuk permohonan maaf atas segala perbuatan manusia kepada alam. Terhadap segala tindakan yang bersifat merusak baik secara sengaja ataupun tidak.
Keempat jenis jenang tersebut merupakan keseluruhan dari yang namanya jenang sengkolo. Saat mengadakan suatu hajatan, keberadaanya sebagai bentuk manifestasi kesungguhan doa.
Sedangkan berkenaan wadah yang digunakan untuk menyajikan jenang, tidak ada pakemnya. Pada zaman dulu, jenang disajikan menggunakan daun pisang berbentuk seperti mangkuk. Namun, seiring perkembangan zaman, wadah disesuaikan dengan perkembangan alat makan. Mulai dari menggunakan piring hingga mika.
Dalam uborampe, jenang abang putih biasanya dibuat menjadi 7 macam kombinasi :
- bubur merah,
- bubur putih,
- bubur merah silang putih,
- putih silang merah,
- bubur putih tumpang merah,
- bubur merah tumpang putih,
- baro-baro (bubur putih ditaruh sisiran gula merah dan parutan kelapa secukupnya).
Maknanya : bubur merah adalah lambang ibu. Bubur putih lambang ayah. Warna bubur merah putih menjadi representasi perempuan dan laki-laki dalam kehidupan.
Lalu terjadi hubungan silang menyilang, timbal-balik, dan keluarlah bubur baro-baro sebagai lambang kelahiran seorang anak. Hal ini menyiratkan ilmu sangkan, asal mula kita. Menjadi pepeling / pengingat agar jangan sampai kita menyakiti orangtua/ menjadi anak yang durhaka kepada orang tua.
Kesimpulan
Keberadaan bubur merah putih dalam upacara selamatan, merupakan suatu sikap masyarakat Jawa untuk mengingat bahwa asal muasal manusia diciptakan oleh Tuhannya dari sari pati bumi.
Lewat merahnya darah sang ibu dan darah putih sang Ayah (sperma), sebagai lambang merahnya darah dan putihnya tulang dan keberadaan orangtua yang membuat si jabang bayi ini mewujud ke dunia.
Jenang sengkolo diartikan sebagai suatu kesatuan. Melambangkan komponen kehidupan manusia tidak lepas dari peran kedua orang tua sebagai perantara kehadiran manusia ke dunia. Tidak lupa peran alam sebagai penopang hidup.
Sehingga makna bubur merah putih adalah sebagai ungkapan penyerahan diri kepada Tuhan, tolak balak/ harapan agar dijauhkan dari 'sengkala', serta memohon keselamatan dan keberkahan hidup.
Sebab Tuhan lah yang mencipta, maka Tuhan pula yang dapat memberikan pertolongan. Di hadapan-Nya, manusia bukanlah apa-apa.
Orang Jawa mempercayai bahwa ketika berdoa atau mengupayakan sesuatu, maka doa/upaya itu direalisasikan dalam bentuk perlambang secara fisik (ada benda/ barangnya) untuk meneguhkan dan menguatkan ‘pengharapan’ akan keyakinan terhadap dikabulkannya doa tersebut.
Sehingga keberadaan jenang sengkala ini sebagai simbol rasa hormat dan tidak melupakan eksistensi dan jasa orangtua, mempercayai keberadaan Tuhan, dan mengingat asal usul manusia.
Manifestasi dari kesungguhan doa yang memiliki makna kesungguhan harapan, sebagai pengingat asal muasal dari setiap manusia. Bentuk penghormatan, hingga wujud terima kasih kepada Tuhan dan alam sekitar.