Puisi Kehidupan/narasiinspirasi.com |
Monolog Lirih Tanpa Kata
Oleh
Fajar R. Wirasandjaya
(Hening Malam, 02 November 2020)
Aku mengamati pagi mu dalam singgasana murka...
Jejak kaki ringanmu mendaki serpihan cadas
Yang tersapu oleh hembus kering angin dingin
Senandung mu tertatih menggema lirih
Tertelan oleh kejam gelombang bersahutan
Gemuruh lautan mendesis di sela bebatuan
Ia sedang bermonolog lirih tanpa kata...
Gerak tubuhmu terperangkap makin dalam...
Menyatu bersama siluet tarian yang kaku
Jemari tanganmu yang saling bertautan adalah pertanda dari sebuah ikatan
Kemudian langit dihujani oleh kegelisahan
Bagai seribu panah api yang menyerbu...
Ia mengoyak angkuh dinding-dinding batu
Menghujam dada para pengelana
Hingga terkapar bersimbah luka...
Betapa tidak?
Bahagia dan tawa adalah muara luka
Bahagia dan tawa adalah muara luka
Harapan dan cita adalah sumber kecewa
Ketahuilah...
Ketika kelak kegelapan mendamba lentera...
Ketika hujan merindukan pelangi...
Tak akan ada lagi sedikitpun rasa ragu dalam hati
Dewandaru telah lama berpesan padaku...
Terimalah kenyataan meskipun menyakitkan
Terimalah kenyataan meskipun tak sesuai harapan
Engkau hidup bukan untuk utopi yang penuh khayalan
Terimalah kenyataan meskipun tak sesuai harapan
Engkau hidup bukan untuk utopi yang penuh khayalan
Melainkan kenyataan penuh penderitaan...
Maka satu satunya pilihan
adalah melampaui kerasnya perjuangan...
Lantas berdiri tegap tanpa penyesalan...
Baca Juga
Puisi Tentang Rindu: Jalan Semesta
Puisi Tentang Sunyi: Mawar Sunyi Bersemi
Puisi Tentang Keyakinan: Dalam Mimpiku
Puisi Tentang Kehidupan: Dandelion dan Rumput
Puisi Tentang Sunyi: Mawar Sunyi Bersemi
Puisi Tentang Keyakinan: Dalam Mimpiku
Puisi Tentang Kehidupan: Dandelion dan Rumput
Puisi Senja : Senja Kehilangan Sinar
Puisi Rindu : Syair Cahaya Malam
Puisi Politik : Retorika Di atas Stipulasi
Puisi Keraguan : Gejolak Diri
Puisi Cinta : Embun Sisa Hujan
Puisi Tentang Politik dan Agama: Aku Mabok Agama