Ilustrasi Jalanan Setapak/narasiinspirasi.com |
Romansa Mengekang Jiwa
Oleh
Fajar Rafiki Wirasandjaya
(Candi Sunyi Malam Hari, 27 Sept 2019)
Membawa ingatanku terbang pada suatu masa
Dimana hari-hari berlalu dengan penuh romansa
Ketika datang musim kemarau dedaunan gugur mengusir risau
Secangkir anggur di atas gunung dan burung-burung yang berkicau
Angin kemudian singgah menyapu serpihan patah
Angin kemudian singgah menyapu serpihan patah
Ranting-ranting kering yang lapuk dan kaku
Lantas tanpa permisi berlalu pergi meninggalkanku
Ketika itu jalanan sunyi dadaku berdegup kencang tak menentu
Yang terdengar hanya langkah kaki dan sayup-sayup bisikan rindu
Kemudian seluruh kegelisahan perlahan lenyap berbaur menjadi satu
Jalanan setapak penuh ranggas dedaunan tua yang tergeletak
Lantas tanpa permisi berlalu pergi meninggalkanku
Ketika itu jalanan sunyi dadaku berdegup kencang tak menentu
Yang terdengar hanya langkah kaki dan sayup-sayup bisikan rindu
Kemudian seluruh kegelisahan perlahan lenyap berbaur menjadi satu
Jalanan setapak penuh ranggas dedaunan tua yang tergeletak
Waktu bagiku terasa seperti lambat berlalu
Senyummu simpul terukir luas menjelma cadas
Jiwaku berseri terawat rapi bertahan hingga kini
Seperti biasa romansa selalu mengekang jiwa dan menolak lupa
Jalan sunyi memaksa ku untuk berhenti
Percakapan singkat yang penuh arti
Sebaris tawa terpaksa harus segera diakhiri
Karena persimpangan jalan menuntut demikian
Kemudian senja terbenam bersama jiwa-jiwa yang kesepian
Oh pohon oh rumput...
Dulu ada janji yang mengharuskan untuk dijemput
Tapi takdir dan semesta memaksaku untuk luput
Apalah daya sudah kehendak yang kuasa untuk menakdirkannya berbeda
Baca Juga
Puisi Malam: Eksistensi Malam Hari
Puisi Pendek: Hati Manusia Itu Kosong dan Hambar
Senyummu simpul terukir luas menjelma cadas
Jiwaku berseri terawat rapi bertahan hingga kini
Seperti biasa romansa selalu mengekang jiwa dan menolak lupa
Jalan sunyi memaksa ku untuk berhenti
Percakapan singkat yang penuh arti
Sebaris tawa terpaksa harus segera diakhiri
Karena persimpangan jalan menuntut demikian
Kemudian senja terbenam bersama jiwa-jiwa yang kesepian
Oh pohon oh rumput...
Dulu ada janji yang mengharuskan untuk dijemput
Tapi takdir dan semesta memaksaku untuk luput
Apalah daya sudah kehendak yang kuasa untuk menakdirkannya berbeda
Baca Juga
Puisi Malam: Eksistensi Malam Hari
Puisi Pendek: Hati Manusia Itu Kosong dan Hambar
Puisi Tentang Semesta : Takdir Yang Lemah
Puisi Hujan: Hujan Pertama Bulan November
Puisi Rindu: Dapatkan Aku Menjadi Penghujan Diantara Kemaraumu
Puisi Inspirasi: Gubuk Lusuh dan Lesu
Puisi Pendek Perenungan: Dialog Rumput Kering
Puisi Malam: Malam di Ujung Kabut
Puisi Filsafati: Langit Menaungi Ketelanjangan
Puisi Hujan: Hujan Pertama Bulan November
Puisi Rindu: Dapatkan Aku Menjadi Penghujan Diantara Kemaraumu
Puisi Inspirasi: Gubuk Lusuh dan Lesu
Puisi Pendek Perenungan: Dialog Rumput Kering
Puisi Malam: Malam di Ujung Kabut
Puisi Filsafati: Langit Menaungi Ketelanjangan