Segelas Tuak di Atas Gunung
oleh
Fajar Rafiki W.
(WC Umum Sendirian, 20 Maret 2018)
Selamat pagi wahai para pengelana..
Sudahkah kalian memetik sunyi diantara ranting-ranting cendana...
Daunnya perlahan gugur dimakan usia...
Dibelai angin jatuh melayang diatas tikar tua...
Kulirik jendela kamar sedikit terbuka...
Kusaksikan senyum bahagia
Menukik di bibir para pencinta...
Hei kamu..
Yang kusebut lentera kecil..
Tubuhmu tampak lemas menggigil
Aku bersandar padamu memejamkan mata...
Diatas bukit sempoyongan merangkai kata..
Dan bersiap menjelajah semesta...
Lihatlah jauh di sana..
Cahaya jingga perlahan tenggelam..
Semesta alam bersiap menyambut malam...
Dan di hatimulah, aku jatuh semakin dalam...
Kudengar suara gaduh riuh diseberang sana...
Katakan padaku wahai lentera,
Apakah anjing berebut tulang?
Atau manusia berebut kepalsuan...
Atau manusia mencari kesejatian?
Kudengar suara hujan sudah berhenti...
Dan kulihat dari kejauhan diriku berlari...
Menuju kobaran api...
Menembus awan melewati bulan...
Menjelajah belantara sunyi tak berpenghuni
Duduk bersila memandangi semesta..
Berpikir merenung...
Mereguk tuak sambil melintasi gunung..
Merawat tekad untuk bertarung....
Baca Juga
Puisi Penghianatan dan Sajak Patah Hati: Mungkin Semua Butuh Jeda
Puisi Ditolak Cinta: Pelangi Diantara Hujan
Puisi Alam: Tertawalah dan Campakkan Kepedihanmu
Puisi Sedih: Sepertiga Malam
Puisi Pendek Perenungan: Dialog Rumput Kering
Puisi Malam: Malam di Ujung Kabut
Puisi Filsafati: Langit Menaungi Ketelanjangan