oleh
Fajar R. Wirasandjaya
(Malang, 10 Maret 2017)
Di era digital, masyarakat harus cerdas dalam mengelola isu. Waspada dan jangan mudah tersulut oleh provokasi yang berpotensi berujung konflik horizontal. Khususnya adu domba politik identitas yang meliputi isu tentang suku, ras dan agama (SARA). Hendaknya dalam menganalisis suatu situasi, kita tidak bisa hanya melihat dari perspektif sempit dan pemahaman yang parsial.
Kondisi sosial politik di Indonesia saat ini hingga kapanpun akan selalu memiliki pertalian dengan eskalasi geopolitik dan geostrategi global. Khususnya apabila terkait potensi ancaman konflik di masa depan yang menyangkut pertahanan dan keamanan negara. Analis militer dan pertahanan global menyebut ada kekhawatiran akan bergesernya ancaman & potensi konflik dari Timur Tengah atau Arab ke kawasan Asia-Pasifik.
Revolusi di Timur Tengah atau Arab Spring dari Maroko hingga Suriah yang sangat kental aroma asing telah berhasil mengamankan kepentingan Barat dengan mengangkat kaki tangannya di puncak pemerintahan. Negara asing neo imperialis akan selalu berupaya memenuhi nasional interest mereka dengan cara merecoki negara-negara lain yang dianggap sebagai ancaman.
Misalnya dengan menjatuhkan sanksi politik, sanksi ekonomi, menyeting peralihan kekuasaan, termasuk di dalamnya adalah adu domba politik. Negara-negara Arab hancur oleh kekuatan imperialis asing dengan berbagai strategi, dari pelemahan ekonomi, membenturkan konflik sektarian keagamaan hingga mengadu domba antar golongan politik & golongan agama. Hingga akhirnya terjadi kekacauan yang akan memuluskan untuk invasi militer dan penguasaan aset strategis.
Indonesia harus bersiap untuk menghadapi segala macam bentuk ancaman, maka dari itu kita masyarakat wajib untuk selalu memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa. Tanda tanda pergeseran konflik mulai nampak jelas dengan intensitas peningkatan militer negara negara di kawasan Asia Pasifik. Situs lembaga pengamat militer luar negeri seperti SIPRI dan IHS Jane mencatat peningkatan anggaran pertahanan belanja senjata hingga peningkatan anggaran perang negara-negara kawasan Asia-Pasifik.
Konflik dan perang besar akan selalu diawali dengan krisis, baik krisis ekonomi maupun krisis politik. Potensi konflik di masa depan sangat besar untuk meledak di kawasan Asia-Pasifik. Gejalanya mulai nampak seperti perang dagang, perlombaan senjata, konflik laut China Selatan yang melibatkan negara-negara Asia Pasifik dengan China yang mengklaim 9 garis putus-putusnya (Nine Dash Line), pembangunan pangkalan militer di pulau Spratly yang melanggar batas teritorial dan zona ekonomi dari negara-negara Asia Tenggara (Vietnam, Philipines, Malaysia, Brunei) dan Asia Timur (Taiwan juga Jepang). Konflik Timur tengah Arab Saudi Israel Iran.
Selain daripada itu 13 pangkalan militer Amerika telah mengepung Indonesia dan ada tanda-tanda peningkatan aktivitas. BBC dan CNN melaporkan armada tempur Amerika mulai digeser ke Pasifik dengan penumpukan militer di Australia. Prancis, Inggris & sekutu mulai aktif di Pasifik. Amerika mulai serius menanggapi ancaman konflik dari utara yakni China. China pun makin memperkuat pengaruh ekonomi dan militernya di kawasan.
China hari ini adalah negara besar dengan seluruh potensi kekuatan ekonomi, politik dan militernya yang berpotensi menjadi lawan tangguh Amerika di masa depan. Apalagi dengan klaim angkuhnya terkait (9 dash line) yaitu klaim teritori yang hanya berdasar fishing traditional zone era dinasti membuat panas kawasan Asia Pasifik.
China juga terlibat konflik perbatasan dan perebutan wilayah dengan Jepang juga Taiwan. Peluncuran rudal-rudal China di ruang udara Taiwan dan ancaman aneksasi Taiwan. Selain itu sekutu China, Korea Utara juga kerap kali menebar ancaman dengan menggelar simulasi perang dan peluncuran rudal jarak jauh (ICBM) yang membuat tetangganya merasa tidak nyaman. Asia Timur sekarang bergejolak dan terjebak perlombaan senjata.
Amerika selaku polisi dunia yang mengklaim sebagai penguasa tunggal tentu saja tidak nyaman, Donald Trump nampak panas dingin dengan manuver-manuver China. Gestur dan ancaman perang kerap kali dilontarkan. Apalagi kini Amerika dan China telibat perang ekonomi dan perang dagang.
Di teater barat, terjadi penumpukan militer NATO yang di pelopori oleh Amerika di sekitar perbatasan Rusia yang membuat Rusia mengaktifkan rudal nuklirnya. Di pasifik Shinzo Abe merevisi konstitusi yang memperbolehkan Jepang memperkuat militernya dan mengirimkan pasukan asingnya.
Indonesia harus mulai bersiap. Eropa, Amerika, Asia Timur, Timur Tengah, Asia Tenggara sedang panas dingin dan diambang konflik. Semua tidak lepas dari yang namanya konflik kepentingan baik interest sosial, politik maupun ekonomi.
Indonesia menjadi nona manis yang cantik dan strategis, tentu menjadi rebutan banyak pihak. Indonesia harus bersatu jika tidak mau hancur oleh skenario asing. Jangan pernah melupakan sejarah. Asing akan melakukan apasaja untuk memuluskan agendanya. Mulai dari menyusupkan intelijen, membayar media, wartawan dan influencer, membayar dan mendanai NGO (LSM), menyadap warga negara melalui platform digital, mengacaukan ekonomi, mempengaruhi hasil pemilu, bahkan hingga menyewa dan membiayai scientis, kampus hingga lembaga tinggi untuk memuluskan agenda nasional interestnya.
Pengalaman sejarah mengajarkan bahwa dulu untuk menjatuhkan Indonesia dan Bung Karno, asing menggunakan berbagai cara seperti usaha pembunuhan yang dilakukan lebih dari 7 kali namun gagal. Membiayai kudeta dan separatisme, hingga berniat menjatuhkan marwah pemimpin dengan cara pembuatan film porno mirip Soekarno, demo mahasiswaa 65. Banyak sekali skenario yang bisa dilakukan untuk mengacaukan Indonesia, misalnya saja saat itu dengan membenturkan golongan-golongan yang ada di Indonesia contohnya kaum Nasionalis, Komunis, Agamis dan Militer.
Baca Juga Islam Sontoloyo Era Masa Kini
Pengalaman sejarah pahit di masa lalu banyak mengajarkan kepada kita bahwa Asing akan melakukan apa saja untuk memuluskan kepentingan dan agenda nya. Diantaranya yang pernah terjadi di masa lalu adalah Amerika mendekati Masyumi, menskenario dan mendanai pemberontakan PRRI PERMESTA, DI/TII, pemberontakan Maluku utara dll.
Mereka semua baik Amerika, Inggris, China, Rusia dan antek anteknya berusaha menancapkan pengaruhnya di Indonesia dengan berbagai macam cara. Melemahkan Indonesia dengan mengadu domba rakyat dan seluruh elemen bangsa agar saling berbenturan dan mengangkat antek anteknya untuk menjadi kaki tangannya. Misalnya yang pernah terjadi adalah munculnya kekuatan politik Suharto beserta kroninya, dan akhirnya berhasil dengan skenario meletusnya g30s-pki yang melengserkan Bung Karno hingga memuluskan masuknya agenda negara-negara imperialis. Sejarah perpolitikan Indonesia membuktikan banyak sekali campur tangan asing apalagi hari ini, jangan sampai kita jatuh ke dalam kubangan yang sama.
Sejarah selalu ditulis oleh pemenang. Saat ini konflik horisontal sektarian ke agamaan mulai ditajamkan, separatisme/ pemberontakan dimasifkan, isu-isu untuk mendelegitimasi pemerintah selalu dibesar besarkan. Konflik-konflik seperti inilah yang akan terus dibumbui agar selalu menimbulkan gejolak, hingga kita akan mengalami krisis kepercayaan hingga mudah dibentur-benturkan.
Sebagai rakyat dan sebagai bangsa yang kenyang pengalaman sejarah penindasan. Hendaknya kita harus tetap menjunjung tinggi kerukunan, dan persatuan nasional. Hal kongkrit yang bisa kita lakukan hari ini adalah merawat akal waras, menjaga persatuan dan kerukunan bangsa agar jangan mudah terprovokasi dan gampang dipecah belah. Apalagi hanya karena politik elektoral persatuan dan kesatuan bangsa jangan sampai dikorbankan.
Strategi untuk melemahkan dan menghancurkan suatu bangsa bisa ditempuh dengan berbagai macam cara melalui politik, sosial, pelemahan ekonomi, hingga strategi perang asimetris (narkoba, teroris, propaganda hoax media dll). Bung Karno pernah berkata, "menghadapi bangsa asing akan lebih mudah dari pada menghadapi bangsa sendiri". Benar saudara-saudara, jangan sampai kita mudah diadu domba dan justru memerangi saudara sendiri.
Kita jangan sampai diacak-acak oleh bangsa asing dan di bentur-benturkan dengan sesama anak bangsa. Maka persatuan adalah kuncinya. Hilangkan ego sempit keagamaan, kesukuan maupun perbedaan pandangan politik. Ancaman nyata yang sesungguhnya sudah berada di depan mata, di dalam negeri adalah konflik horizontal dan perpecahan, di luar negeri adalah bergesernya konflik militer ke Asia-Pasifik, krisis cepat atau lambat akan terjadi. Jangan lagi bertikai, bersatulah segera!!