Asap Cerutu Murahan
oleh
Fajar R. Wirasandjaya
(Malang Dini Hari, 15 Februari 2017)
Ketika mereka bacok leherku,
dan parang menghujam ke tubuhku berulang kali,
Kemudian mereka rampas tanahku,
Aku agak heran bahwa tubuhku mengucurkan darah,
Sebetulnya sebelum mereka bunuh sudah lama aku telah mati
Hidup tanpa pilihan menjadi rakyat sang Adipati
Kemudian mereka rampas tanahku,
Aku agak heran bahwa tubuhku mengucurkan darah,
Sebetulnya sebelum mereka bunuh sudah lama aku telah mati
Hidup tanpa pilihan menjadi rakyat sang Adipati
mengambang kesana kemari bagaikan hidup tanpa kesadaran,
Sebab kesadaran dianggap tantangan bagi kekuasaan
Kesadaran yang terbelenggu sangat simbolik dan terbatas
Bagaikan alam bawah sadar terbakar, derita - deritanya kaum proletar
Asapnya pun membumbung pelan ke ujung langit-langit Selatan
Keretakan bahkan kehilangan
Sebab kesadaran dianggap tantangan bagi kekuasaan
Kesadaran yang terbelenggu sangat simbolik dan terbatas
Bagaikan alam bawah sadar terbakar, derita - deritanya kaum proletar
Asapnya pun membumbung pelan ke ujung langit-langit Selatan
Keretakan bahkan kehilangan
dengan jelas kugambarkan dengan berbagai dimensi dan suasana mistis melalui asap cerutu murahan
Dari tempat yang menjadi objek pandangan, wahai engkau yang adalah hakikat keadilan
Aromanya membawaku segera, serempak jiwaku dan segalanya
Menyerahkan diriku pada dewata yang telah menghunus keris nya dengan indah
Lalu samar samar lenyaplah aku bersama hembus asap puntung cerutu murahan
Dari tempat yang menjadi objek pandangan, wahai engkau yang adalah hakikat keadilan
Aromanya membawaku segera, serempak jiwaku dan segalanya
Menyerahkan diriku pada dewata yang telah menghunus keris nya dengan indah
Lalu samar samar lenyaplah aku bersama hembus asap puntung cerutu murahan