Kesederhanaan adalah Kedamaian Yang Sejati
Sederhana adalah kedamaian yang sejati/narasiinspirasi.com |
Oleh:
Fajar R. Wirasandjaya
(Malang, 29 Juni 2016)
narasiinspirasi.com - Dalam kesederhanaan, kita bisa melihat kesempurnaan atas segala sesuatu. Kesederhanaan selalu membuka peluang baru kepada kita. Seperti halnya yang kita tahu, hedonisme dan konsumerisme pada zaman modern ini berkembang pesat dikalangan masyarakat, banyak diantara masyarakat yang bergaya hidup sempurna ala perlente borjuis, gaya hidup konsumtif serba mewah dan serba wah, demi mengejar status.
Meminjam istilah kawan yakni social climber, para social climber nongkrong di kafe kafe keren ngehits berusaha gaul tiap hari, berperilaku layaknya sosialita yang berkedudukan dan materi berlimpah, memaksakan diri untuk masuk ke kelas sosial lebih tinggi hanya untuk pengakuan dan status semu. Sering kali memanipulasi keaadaan hanya untuk dianggap gaul.
Konsumerisme adalah mentalitas dan gaya hidup yang boros. Menghabiskan barang dan jasa yang tersedia secara berlebih-lebihan (menghambur-hamburkan). Akibatnya, alam dan manusia terganggu; bahkan rusak dan hancur. Sedangkan hedonisme adalah ajaran yang menganggap kenikmatan sebagai tujuan hidup. Kaum hedonis (penganut hedonisme) adalah orang-orang yang hidup hanya untuk mengejar kenikmatan. Mereka memuja-muja kenikmatan dan hidup hanya untuk mencari kenikmatan.
Kehidupan Nabi Muhammad SAW sangat sederhana. Dikisahkan pada suatu hari Rasulullah saw sedang beristirahat di rumahnya sambil berbaring di atas tikar yang diperbuat daripada daun-daun tamar (kurma). Tiba-tiba, seorang sahabatnya yang bernama Ibn Mas`ud datang mengunjungi Rasulullah SAW. Karena pada saat itu Rasulullah tidak memakai baju, maka Ibn Mas`ud melihat bekas anyaman tikar itu melekat di tubuh Rasulullah saw. Melihat keadaan yang demikian, Ibn Mas`ud bersedih dan menitiskan air mata. Beliau berkata di dalam hatinya: Tidak patut seorang kekasih Allah, seorang pemimpin negara dan seorang panglima tentera hidup dengan cara demikian.
Ibn Mas`ud pun berkata: "Ya Rasulullah, bolehkah saya membawakan tilam ke sini untuk Tuan?'' Rasulullah menjawab, "Wahai Ibn Mas`ud, apalah arti kesenangan hidup di dunia ini bagiku. "Hidup di dunia ini bagiku bagaikan seorang musafir dalam perjalanan jauh, lalu dia singgah sebentar berteduh di bawah pohon kayu yang rindang untuk sekedar beristirahat. Kemudian dia harus berangkat meninggalkan tempat itu untuk meneruskan perjalanan yang sangat jauh dan tidak berpenghujung.''
Hidup sederhana bukan berarti hidup miskin. Karena banyak orang sederhana yang tidak miskin, dan orang miskin yang tidak sederhana. Kemewahan memberikan hati kenyamanan sesaat, kesederhanaan memberikan hati kenyamanan yang abadi. Pada Akhirnya semua membutuhkan kesederhanaan agar ia menjadi lebih baik. Sekian dan terima kasih. Semoga bermanfaat, jangan lupa berkunjung kembali. Salam.